Mencari Pemimpin yg Tulus, Amputasi Politisi Tikus
Kuningan - Berjalan di separuh waktu menelusuri area pinggiran di tanah kering berdebu, yang sedikit kumuh dan jauh dari riuh rendahnya persaingan kuasa dan tahta, mereka hanyalah bagian dari kita yang tak pernah berfikir tentang kemewahan, karena di keseharian saja sudah tak berdaya.
Mereka berjuang sekedar bertahan agar bisa menatap lagi esok pagi yang entah untuk apa.
Mereka seringkali tak pernah faham tentang hiruk-pikuk kekuasaan apalagi rebutan jabatan dan anggaran di pemerintahan, kadang untuk level RT saja mereka tak tahu apa-apa, apalagi bertingkat-tingkat diatasnya.
Yang mereka perjuangkan hanyalah tentang dapur yang setiap pagi dan senja mesti terhangati gas melon yang bisa menyala, semata untuk bertahan hari ini dan lusa.
Harga diri mereka terasa sedikit ada dari Pemilu ke Pemilu saja (Pilwu, Pilpres, Pilgub, Pilbup dan Pileg) itupun cuma sebatas disapa dengan sedikit _harga_ atau sentuhan dan usapan di kepala pertanda empatik yang tak pernah tulus dilakukannya, untuk semata meraih citra belaka. Setelahnya mereka hanyalah jadi penonton biasa, bahkan untuk sekedar nonton pun seringkali dihadang para pamong praja.
Kemewahan mungkin cuma milik pengusaha dan penguasa beserta kelompok dari tim suksesnya belaka.
Hegemoni kekuasaan telah memberikan begitu besar kewenangan.
Kewenangan dalam menentukan pengisian jabatan, yg terkadang sarat kepentingan. Kewenangan menentukan arah kebijakan terlebih kewenangan tentang anggaran.
Disinilah penggoda tahta yang melenakan.
Tatkala visi, misi yang digaungkan saat kampanye, penuh retorika, sehingga mampu menyihir banyak rakyat untuk tenggelam dalam pesta bahagia ia mampu menyihir banyak rakyat untuk tenggelam dalam pesta bahagia semu, berjingkrak riang diiringi musik trending, berkeliling kota dan desa dengan auman suara kendaraan sebagai bentuk unjuk kekuatan dan lain sebagainya.
Namun seiring berjalannya waktu, eforia kemenangan bergeser pada banyaknya tuntutan dan kepentingan, sehingga memporak-porandakan visi misi yang tersusun runtut dan rapi, yang kemudian tertumpuk di lemari arsip aman nan mewah.
Sekarang, saatnya rakyat memutus simbiosis mutualisme antara pengusa dan pengusaha, serta antara penjilat dengan penikmat jilatan, yang merusak tatanan luhur tujuan demokrasi.
Jangan biarkan cara-cara yg kotor, keji dan busuk menggerogoti sistem Pemilu kita, mahar politik, politisasi SARA, kampanye hitam dan jual beli suara di grassroots yang sungguh-sungguh menghancurkan keagungan demokrasi, harus kita hentikan bersama.
Memilih pemimpin tulus adalah sebuah keniscayaan, KPU mesti betul-betul mengerti tentang tugas mulia yg diembannya, mengatur, meregulasi, mengawal dan mengeksekusi dengan penuh dedikasi, agar output yang diperolehnya adalah para wakil dan pemimpin yang benar-benar tulus mencintai rakyatnya. Ketulusan menegakkan aturan, akan memunculkan calon-calon wakil rakyat dan calon-calon pemimpin yang tulus, ketulusan memimpin, akan memperoleh dukungan yang tulus, kepemimpinan yang tulus akan disokong oleh birokrat-birokrat yang tulus.
Simbiosis mutualisme inilah yang harus kita bangun bersama juga dengan ketulusan, untuk melawan berbagai cara busuk politisi, mafia suara, kelompok benalu yang selalu menghambat nilai-nilai luhur demokrasi kita.
Mimpi ini tak boleh padam oleh kondisi dan situasi yang ada, kewajiban meraih mimpi ada di seluruh pundak tokoh, Kyai / ulama, birokrat, politisi dan semua elemen masyarakat.
Generasi milenial, yang tumbuh bersamaan dengan bonus demografi, mesti melakukan sesuatu yang berbeda, out of the box, keluar dari pakem normatif, bahwa kondisi saat ini telah sedikit melenceng dari platform kepentingan rakyat, sehingga dengan cuma melakuan copy paste dan normatif, kita tak akan mampu keluar dari kondisi yang ada, tak akan ada perubahan apapun yang serba milenial.
Harapan sebagian besar rakyat yang kuat, perlu ditunjang perlakuan yang luar biasa pula dengan melakukan sesuatu lompatan besar dari kondisi yang normatif ini, pemikiran- pemikiran ini tak bisa dibendung zaman, ia diharapkan akan terus mengalir dan membesar hingga seperti air bah perubahan positif yang dapat terjadi di semua lini.
Semoga...
Panulis : Dedi Suhadi
Tidak ada komentar