2.232 Penderita Gangguan Jiwa di Kuningan Butuh Penanganan Berkesinambungan
Kepala Disdukcapil Kabupaten Kuningan, Drs H KMS Zulkifli MSi saat penyerahan e-KTP hasil jemput bola pasien dampingan JPU
Berita Kuningan - Penderita gangguan jiwa atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang terdata di Kabupaten Kuningan berjumlah 2.232 orang dan 35 diantaranya dalam kondisi terpasung. Hal tersebut diungkap Sekretaris Jaring Pengaman Umat (JPU) Kabupaten Kuningan, Amar Thohir berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan, Senin (17/06/2018).
Amar menuturkan bahwa jumlah ODGJ yang berhasil didata Dinkes bertambah dari tahun sebelumnya yang berjumlah 1.860 jiwa. Dirinya menduga bahwa jumlah data 2.232 belumlah hasil final.
"Saya memperkirakan jumlah data yang berhasil dihimpun belum final. Ada kemungkinan jumlah penderita gangguan jiwa di Kabupaten Kuningan bisa lebih dari angka 3.000 jiwa. Namun itu baru perkiraan yang saya lihat di lapangan masih ada beberapa yang belum terdata," ungkap Amar.
Dari 2.232 ODGJ tersebut, 1.348 pasien diantaranya sudah memdapatkan rehab medis dan sisanya 884 pasien belum diobati, untuk itu dibutuhkan penanganan yang komperhensif dan sistematis serta melibatkan semua pihak.
"Penanganan ODGJ itu harus komprehensif dan sistematis. Tidak bisa hanya pengobatan sekali langsung sembuh. Minum obat harus seumur hidup, jadi harus berkesinambungan dan melibatkan semua pihak," lanjutnya.
JPU sudah merencanakan sistem dan cara untuk melakukan tindakan yang harus dikoordinasikan dengan berbagai pihak seperti Dinas Kesehatan termasuk Puskesmas, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Pemerintah Desa, TNI dan Polri serta pihak terkait lainnya.
"Salah satu yang akan JPU lakukan dalam waktu dekat adalah meneruskan program pembuatan e-KTP yang bekerjasama dengan Disdukcapil yang sempat terhenti karena kesibukan menghadapi Pilkada 2018, Pilpres dan Pileg 2019. Pengobatan harus seumur hidup dan biaya serta harga obat cukup mahal, untuk itu JPU berupaya memfasilitasi untuk persyaratan pembuatan BPJS dari Pemda karena banyak dari ODGJ yang berasal dari keluarga miskin namun tidak tercatat sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI)," tambahnya.
Dengan berbekal data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, JPU akan berkoordinasi dengan Disdukcapil untuk melakukan pendataan ODGJ yang belum melakukan perekaman e-KTP. Setelah mendapatkan data, akan dilakukan perekaman e-KTP dengan cara jemput bola secara bergilir dan kemudian memberikan e-KTP untuk membantu Dinkes dalam upaya pembuatan BPJS.
Selain itu, dalam waktu dekat, JPU akan melakukan pertemuan dengan pihak Dinkes untuk lebih memaksimalkan sinergitas JPU dengan Puskesmas. Amar menuturkan, selama ini kerjasama JPU dengan Dinas Kesehatan sudah cukup baik.
"Respon dan kinerja Dinas Kesehatan dalam penanganan ODGJ sudah lumayan bagus. Hanya saja untuk memaksimalkan kinerja relawan kami di lapangan butuh koordinasi langsung dengan petugas Puskesmas terutama pemegang program jiwa yang difasilitasi Dinkes untuk memudahkan dan menghindari salah paham di lapangan," ujarnya.
Tak cukup hanya rehab medis, perlu berbagai langkah dalam penanganan ODGJ yang salah satunya adalah rehab sosial. Selain itu keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh dalam membantu proses pemulihan ODGJ. Untuk itu, perlu diberikan edukasi kepada keluarga pasien dan masyarakat di lingkungan sekitar tempat tinggal pasien.
"Selain dibutuhkan Pengawas Minum Obat (PMO), peran lingkungan juga sangat penting. Stigma negatif masyarakat terhadap ODGJ menghambat proses penyembuhan karena ODGJ merasa termarjinalkan, untuk itu perlu diberikan edukasi kepada keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggal ODGJ, untuk itu peran pemerintah sangat penting," pungkasnya. (AB05/EH16/Red)
Tidak ada komentar